“Unbreakable Bond”, Ini Penyebab AS-Israel Selalu Mesra

Israeli President Isaac Herzog, U.S. President Joe Biden and Israeli Prime Minister Yair Lapid participate in a welcoming ceremony at Ben Gurion International Airport in Lod, near Tel Aviv, Israel, July 13, 2022. REUTERS/Amir Cohen

Amerika Serikat (AS) dan Israel punya hubungan yag kuat beberapa dekade lamannya. Bahkan, pada 2016 lalu Presiden AS ke 44 Barack Obama dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut hubungan kedua negara “unbreakable bond” alias ikatan yang tak pernah putus.

Hubungan keduanya sebenarnya mengalami pasang surut. Bahkan, baru-baru ini Presiden AS AS Joe Biden memiliki pandangan politik yang berbeda dengan Netayahu soal perombakan sistem yudisial di Israel.

Netahayu merespon pernyataan Biden yang meminta untuk tidak melakukan hal tersebut.

“Israel adalah negara berdaulat yang membuat keputusannya atas kehendak rakyatnya dan tidak berdasarkan tekanan dari luar negeri, termasuk dari sahabat,” kata Netanyahu akhir Maret lalu.

Namun, pasang surut hubungan yang terjadi, tetap tidak membuat hubungan keduanya putus. Setiap tahun Amerika Serikat selalu rutin memberikan bantuan miliaran dolar AS ke Israel.

Biden yang memiliki pandangan politik sedikit berbeda dengan Netayahu pada akhir 2022 lalu memberikan bantuan senilai US$ 3,3 miliar untuk keamanan plus US$ 500 juta untuk perbaikan sistem pertahanan rudal Iron Dome.

Dennis Ross, Distinguished Fellow dari Washington Institute for Near East Policy yang juga pernah menjadi asisten khusus Obama mengatakan hubungan hubungan strategis kedua negara menjadi sangat erat sejak era Presiden Ronald Reagan pada 1980an.

Kedua negara disebut saling membantu untuk mencapai tujuan gepolitik di Timur Tengah dan sekitarnya. Kedua negara juga saling menjaga keamanan di dalam dan luar negeri, berbagi informasi intelijen, melakukan latihan militer serta berkolaborasi meningkatkan teknologi.

“Setiap pemerintahan sejak saat itu, bahkan jika presiden tidak memiliki hubungan hangat dengan Israel, seperti George H.W Bush, begitu juga Barrack Obama, tetapi mereka tetap membangun hubungan berdasarkan fondasi tersebut,” kata Ross dalam sebuah wawancara yang dikutip dalam riset yang diterbitkan The Conversation, Selasa (11/4/2023).

Salah satu kepentingan Amerika Serikat di Timur Tengah tentu saja adalah minyak mentah. Sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, Amerika Serikat juga konsumen minyak mentah nomer satu di dunia.

Timur Tengah menjadi wilayah penghasil minyak mentah utama dunia. Berdasarkan data Statista pada 2021 rata-rata produksi minyak mentah di kawasan tersebut mecapai 28,1 juta barel per hari. Jumlah tersebut merepresentasikan 31,3% dari produksi minyak global.

Saat terjadi perang dingin dengan Uni Soviet, Presiden AS Jimmy Carter dalam pidato kenegaraan pada 1980 menyatakan akan mengerahkan pasukan militer jika kepentingan di Timur Tengah diganggu.

“Uni Soviet sekarang berusaha untuk mengkonsolidasikan posisi strategis, itu merupakan ancaman besar bagi pergerakan minyak mentah di Timur Tengah. Mari kita pertegas, upaya kekuatan luar untuk menguasi Teluk Persia akan dianggap sebagai ancaman bagi kepentingan vital Amerika Serikat, dan seragan semacam itu akan dilawan dengan cara apapun, termasuk kekuatan militer,” kata Carter

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*