5 Alasan Mengapa RI Bisa Pesta Karena Inflasi Amerika
Melandainya inflasi Amerika Serikat (AS) diperkirakan bakal berdampak positif ke banyak hal, mulai dari bursa saham, mata uang global, hingga harga komoditas.
Inflasi AS melandai ke 3,2% (year on year/yoy) https://pejuangkas138.store/ pada Oktober 2023, lebih rendah dibandingkan 3,7% (yoy) pada September serta di bawah ekspektasi pasar (3,3%). Ini adalah kali pertama inflasi AS melandai dalam empat bulan terakhir.
Inflasi melemah ditopang oleh turunnya harga energi, terutama besin. Inflasi pada bahan pangan juga juga melandai menjadi 3,2% pada Oktober dari 3,7% pada September.
Kelompok pengeluaran lainnya yang juga mencatatkan penurunan inflasi adalah kendaraan dan perumahan.
Sebaliknya, harga apparel dan layanan transportasi serta perawatan kesehatan masih naik.
Secara bulanan, inflasi AS tercatat 0% atau stagnan. Inflasi inti- di luar makanan dan energi- tercatat 4% (yoy), turun dibandingkan 4,1% (yoy) pada September.
Melemahnya inflasitentu saja disambut gembira pelaku pasar di berbagai dunia. Dengan inflasi yang melandai maka ada harapan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed)
“Anda sekarang bisa mengatakan selamat tinggal ke era kenaikan suku bunga,” tutur Brian Jacobsen, analis dari Annex Wealth Management, dikutip dari Reuters.
Berikut alasan mengapa melandainya inflasi AS bakal disambut pasar global:
1. The Fed bisa dovish
Melandainya inflasi AS memungkinkan The Fed untuk berbalik arah ke dovish. Dalam pertemuan terakhir The Fed pada Oktober lalu, The Fed menegaskan jika mereka belum yakin dengan data inflasi AS.
Pada Oktober 2023, inflasi AS masih berada di angka 3,7% (yoy) atau jauh di bawah target The Fed di kisaran 2%. The Fed pada akhirnya memilih untuk mempertahankan suku bunga di level 5,25-5,50%.
Dengan inflasi yang kini mendekati kisaran 2% maka pelaku pasar semakin optimis jika The Fed tidak akan mengerek suku bunga lagi.
Perangkat CME FedWatch tool menunjukkan 99,8% pelaku pasar melihat The Fed masih akan menahan suku bunga pada Desember mendatang. Artinya, hingga akhir tahun suku bunga masih berada di level 5,25-5,50%.
Optimisme ini jauh lebih tinggi dibandingkan pada akhir pekan lalu yang berada di kisaran 87%. Pelaku pasar bahkan kini memperkirakan adanya peluang penurunan suku bunga sebesar 65% di bulan Mei 2024, dibandingkan dengan 34% pada hari Senin.
2. Dolar melemah, rupiah bisa menguat
Melemahnya inflasi AS dan harapan akan The Fed yang tidak akan hawkish langsung membuat dolar AS ambles. Indeks dolar langsung melemah ke 104,08 pada perdagangan Selasa (14/11/2023), terendah sejak 31 Agustus 2023 atau lebih dari dua bulan.
Pelemahan dolar ini menandai jika pelaku pasar tengah menjual dolar AS secara masif dan mengalihkannya ke instrument lain. Rupiah bisa kembali dilirik investor asing sehingga bisa kembali menguat.
3. Imbal hasil US Treasury turun, SBN bisa dilirik lagi
Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun langsung terjun ke 4,45% pada perdagangan Selasa kemarin, terendah sejak 22 September 2023 atau lebih dari sebulan terakhir.
Melandainya imbal hasil diyakini akan berimbas pula pada turunnya imbal hasil surat utang negara lain, termasuk Surat Berharga Negara (SBN). Pasalnya, US Treasury menjadi kurang menarik dan investor asing akan mencari instrument serupa yang menjanjikan return lebih menarik.
SBN bisa kembali dicari sehingga harganya akan naik dan imbal hasil akan turun. Imbal hasil SBN tenor 10 tahun pada perdagangan kemarin naik ke 6,95%, dari 6,9% pada hari sebelumnya.
4. Capital inflow, IHSG bisa kembali pesta
Bagi Emerging Markets seperti Indonesia, melandainya inflasi AS bisa memberi harapan jika dana asing akan kembali mengalir deras ke pasar domestik, termasuk di bursa saham.
Dalam dua hari terakhir, investor asing masih mencatat net sell yakni sebesar Rp 113,37 miliar pada perdagangan kemarin dan sebesar Rp 108,5 miliar pada hari sebelumnya.
Dampak positif melandainya inflasi AS sudah menjalar ke bursa AS, Wall Street. Ketiga indeks ditutup menguat tajam pada perdagangan Selasa waktu AS yang ditutup pada Rabu dini hari waktu Indonesia (15/11/2023). Dow Jones melonjak 1,43% di level 34.827,70, S&P 500 melesat 1,91% di level 4.495,70, danNasdaqmeroket 2,37% di level 14.094,38.
5. Harga emas dan komoditas bisa menguat
Dengan melandainya inflasi dan harapan The Fed dovish maka ini menjadi kabar gembira buat pemilik emas dan komoditas.
Bila The Fed dovish maka ekonomi AS bisa tumbuh lebih baik sehingga kekhawatiran pasar keuangan juga mereda sehingga ekonomi global akan tumbuh lebih kencang.
Kondisi ini akan menopang permintaan komoditas sehingga harganya bisa naik.
Emas yang sangat sensitive terhadap kebijakan The Fed juga akan sangat diuntungkan oleh melandainya inflasi AS.
Bila The Fed dovish maka dolar AS dan imbal hasil US Treasury bisa melandai juga.
Pergerakan emas sangat sensitif dengan proyeksi suku bunga AS, dolar AS, dan imbal hasil US Treasury. Dolar yang melemah membuat emas semakin terjangkau untuk investasi sehingga emas kembali dicari. Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga melemahnya imbal hasil US Treasury membuat emas kembali menarik.
“Data inflasi lebih lemah dari ekspektasi yang menopang harga logam mulia. Dalam enam bulan ke depan, kami memperkirakan emas akan rally di atas US$ 2.1000 per troy ons,” tuturDaniel Ghali, analis dari TD Securities, dikutip dari Reuters.
Pada perdagangan Selasa (14/11/2023) harga emas di pasar spot ditutup melonjak 0,86% di posisi US$ 1.962,67 per troy ons. Kenaikan ini menjadi penguatan dua hari beruntun.
Sementara, pada pukul 05.45 WIB Rabu (15/11/2023), harga emas di pasar spot dibuka menguat 0,01% di posisi US$ 1.962,79 per troy ons.